Sebelum lulus kuliah, ada satu resolusi yang ingin saya capai: ikut lomba.
Selama hidup 21 tahun ini saya nyaris nggak pernah ikut lomba, nggak ada achievement yang berarti selain piala-piala jaman TK dan sertifikat ranking jaman SMA. Padahal, kesempatan itu banyak banget, beberapa kali menari-nari di depan mata tapi nggak pernah saya ambil. Ada aja alasannya: sibuk kuliah, sibuk ngejurnal, sibuk enviro, sibuk ini, sibuk itu. Jadi di tahun terakhir saya ini, meskipun sibuk TA, saya menyempatkan untuk memenuhi resolusi saya itu.
Untungnya ada teman yang mau diajak ikut lomba bareng, dengan tujuan awal yang sederhana: nyari uang hadiah buat jalan-jalan bareng. Well, nggak secetek itu juga sih sebenernya.. we simply want to bring this friendship into something more productive. We want to work as a team, to learn something new together, and if possible, to gain some achievement. Jadi kami mulai iseng browsing aneka jenis lomba di bulan April lalu. Saya yang menemukan poster Project Management Competition (PMC) ini. I barely remember how i found PMC poster back then. Yang saya ingat setelah menemukan poster itu, saya ngepost poster lomba PMC di grup whatsapp, dan entah bagaimana langsung ditanggapi dengan cepat dan serius oleh Meutia dan Andra. Singkat cerita, kami akhirnya memutuskan untuk mengikuti lomba ini.
PMC 2013 ternyata adalah lomba project
management pertama yang
diadakan oleh Project Management Institute, sebuah lembaga non-profit untuk project manager all over the world. Tema lomba ini
adalah "Raising Investment for Developing East Nusa Tenggara as a Gate
of Eastern Indonesia". Intinya, di lomba ini, kami diminta membuat
sebuah proyek untuk memajukan wilayah NTT. Saya bekerja bersama tiga orang
teman: Andra, Meutia, dan Dohets. Proyek kami adalah gabungan konsep volunteer, tourism, dan charity yang diberi nama "Fellow
for East (FFE)".
Buat yang penasaran, FFE in
brief can be described like this:
Program tourism di FFE dibuat untuk
mengembangkan potensi wisata NTT tidak hanya untuk turis domestik tapi juga
untuk turis mancanegara. Program volunteer yang ditawarkan FFE bertujuan
untuk memberikan benefit baik untuk turis yang ingin atau butuh kegiatan sosial
dan untuk penduduk NTT yang akan mendapat ilmu atau bantuan dari turis yang
datang. Sementara program charity dari FFE ingin memberikan
kesempatan bagi penduduk NTT untuk meraih pendidikan yang lebih baik, sehingga
kelak SDM di NTT akan lebih baik dan tidak kalah bersaing dengan SDM dari
daerah lain.
Ketiga program ini adalah satu paket yang tidak terpisah satu sama
lain.
Saya mungkin adalah salah satu orang yang beruntung: pertama kali ikut lomba, langsung lolos 10 besar, kemudian diundang ke Jogja. Kami ke Jogja selama tiga hari dua malam, untuk seleksi pemenang 3 besar. Di Jogja, kami mempresentasikan rancangan proyek FFE. We tried to answer questions like: what makes FFE worth it as a project, how we handle and manage the project, etc. Selain itu, kami juga diajak jalan-jalan ke Dewi Peri - Desa Wisata Penting Sari. Di desa ini, lagi-lagi kami harus membuat proyek based on kondisi dan kebutuhan desa tersebut. Tapi di luar kegiatan lomba yang padat, ada sesi jalan-jalannya juga kok. Saya sempat main ke sungai, mengambil sampel air di Kali Kuning - sebuah mata air yang airnya kuning banget karena kandungan besinya tinggi. Kami juga sempat makan bareng peserta, panitia, dan juri waktu Gala Dinner di sebuah restauran korea. We made friends with some other participants: Meutia ketemu anak UI yang sama-sama bakal sidang sarjana tgl 10 Juni, sementara saya ketemu beberapa orang yang ternyata rumahnya sama-sama di Bekasi.
Saya dan sampel air Kali Kuning |
Felix, Meutia, Nia yang sidang tanggal 10 |
FFE Team with LO kami, Dadid |
Sebagai tim dari jurusan TL yang belajar project management ibaratnya hanya sebatas A-C,
berhadapan dengan tim lain yang mostly anak jurusan TI yang belajar project management dari A-Z agak membuat
jiper juga sebenarnya. But we faced our fear. Kami banyak belajar hal-hal baru di tiga hari itu. Sempet pasrah - yaudahlah ya sebisanya aja - but we did try our best, even when
we were not in our best condition (I can tell four of us were exhausted in
so many ways, back then).
For the opportunity and the precious knowledge, I would like to
thank PMC Committee and the judges. Also, thank you Dadid dan Rara - our LO - yang sudah mau meladeni tim yang
gesrek ini. And most of all,
thank you: Andra, Meutia, dan Dohets. Terimakasih
untuk Mbak Mut yang sudah 'mengaum seperti singa' waktu presentasi, yang meng-encourage kami untuk pede berbahasa inggris,
yang sudah banyak membantu tiga temanmu yang peserta lomba amatiran ini.
Terimakasih untuk Dohets dan semua hitungan budget, S Curve, dan Break Even
Point. Terimakasih sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan juri yang saya mungkin
nggak akan bisa jawab. Terimakasih untuk Andra yang mewakili FFE unjuk nyanyi
di Gala Dinner, yang bisa galak jika dibutuhkan, yang rajin ngontak Dadid
menggantikan saya. Terimakasih. Semoga ilmu PMBOK tidak terlupakan dan semoga
kita bisa (segera) jalan-jalan.
Love,
Love,