Dari dulu ketika menjalin hubungan dengan seseorang, bisa dibilang saya selalu meniatkan untuk serius. Tapi baru kali ini, niat serius saya ini benar-benar ditanggapi serius balik sampai ke jenjang lamaran.
Saya kenal Rizky Desember 2015. Waktu itu sedang musyawarah ketua PPI Kyoto-Shiga baru. Saya yang sudah tinggal lebih awal di Kyoto dikenalkan sama teman saya Dea ke pendatang baru di fakultas saya. Anak laboratorium ecological economics. Rizky Ramadhan. Oke. First impression? Biasa aja.
Selesai acara, saya mengajak Dea makan. Tiba-tiba, Rizky mengekor. Jadilah kami bertiga makan malam di restauran thailand di daerah Kyoto City Hall. Hasil ngobrol-ngobrol sekilas, saya menyimpulkan:
1. Rizky terbuka amat ya. Sama orang baru udah cerita segala aspek kehidupannya.
2. Ini anak pasti karakter MBTI nya ENTP. Gawat. (Gawat karena, saya tahu kalau orang-orang ENTP adalah orang-orang yang potensial untuk dekat sama saya - yes I (almost) religiously believe in MBTI characters).
Setelah pertemuan pertama itu, saya jadi sering ketemu Rizky karena dia jadi ikut main sama teman main saya macam Dea, Paw, dkk. Beberapa kali saling kontak juga karena kami sama-sama suka motret dan saat winter itu banyak winter illumination (modusnya Rizky waktu pdkt adalah ngajakin hunting foto). Tapi pertama kali kami keluar berdua bukan untuk motret, tapi untuk makan sushi. Makan malam yang seharusnya satu jam beres, entah bagaimana jadi tiga jam. Entah kami ngobrolin apa aja, begitu sadar sudah nyaris jam 9, padahal kami mulai makan jam 6an.
Singkat cerita, sejak itu kami jadi dekat, dan akhirnya Rizky bilang "mau serius" kira-kira 1 bulan setelah kami saling kenal. Dan saya, yang paling nggak bisa ditembak suruh ngomong spontan, menjawabnya berbelit-belit. Kami sampai jalan kaki dari Kawaramachi sampai dorm saya demi mendengar jawaban saya hahaha (kurang lebih jaraknya 2-3km). Tapi di balik kebelibetan itu, I finally said yes. Itu terjadi dua hari sebelum saya berangkat internship ke Bali. Jadi kami memulai dengan long distance relationship.
Alhamdulillah, kami berhasil melewati delapan bulan bersama. Seneng-seneng makan enak saat beasiswa turun dan goler-goler di rumah makan seadanya ketika nggak ada uang. Menjalani bulan puasa bareng, gantian masak buat sahur dan buka, ngundang anak-anak sampai apartemen kami jadi semacam basecamp (disclaimer: saya dan Rizky tinggal di bangunan yang sama namun kamarnya beda lantai), dan merawat Rizky sakit tifus yang bikin dia nggak puasa hampir 2 minggu. Kemudian sekarang kami pulang ke Indonesia, dan setelah melewati tahap perkenalan ke orang tua masing-masing, kami bergerak ke tingkat selanjutnya: lamaran.
Karena direncanakan dalam waktu singkat dan dikerjakan di antara kesibukan saya survey tesis dan mama persiapan training, saya tidak mengonsep macam-macam untuk lamaran ini. Tidak ada vendor-vendor ala-ala lamaran jaman sekarang. Kalau mau tulis vendor, jadinya seperti ini:
Attire (kebaya): pinjam punya mama (karena sudah mepet dan baju yang dijahit turns out nggak sesuai ekspektasi).
Katering: pakai langganan kantor mama.
Dekor: mama beli bunga-bunga secukupnya.
Hanya kain saja yang saya agak niat mencari ke beberapa toko, supaya agak mirip dengan baju Rizky. Bisa dibilang acaranya terlaksana dengan segala keterbatasan. Saya hanya ingin di acara ini dua inti acara terlaksana dengan baik: prosesi melamar dan prosesi perkenalan keluarga.
Attire (kebaya): pinjam punya mama (karena sudah mepet dan baju yang dijahit turns out nggak sesuai ekspektasi).
Katering: pakai langganan kantor mama.
Dekor: mama beli bunga-bunga secukupnya.
Hanya kain saja yang saya agak niat mencari ke beberapa toko, supaya agak mirip dengan baju Rizky. Bisa dibilang acaranya terlaksana dengan segala keterbatasan. Saya hanya ingin di acara ini dua inti acara terlaksana dengan baik: prosesi melamar dan prosesi perkenalan keluarga.
Gambaran acaranya sendiri dimulai dari pernyataan maksud kedatangan pihak Rizky kemudian perkenalan keluarga mereka. Setelah itu, saya dipanggil unutk memasuki ruang acara. Namun sebelum saya benar-benar memasuki ruang acara, ada 2 orang stuntman yang diminta pura-pura menjadi saya ketika dipanggil keluar. Dan yang menjadi stuntman dadakan adalah Mbak Rioz dan Rika, dua teman saya selama di Kyoto. Maafkan saya ya Rika dan Mbak Rioz, yang mendadak jadi stuntman berhubung sepupu-sepupu saya yang cewek sedang tidak bisa diandalkan.
Selesai drama panggil memanggil Anissa, dimulailah prosesi dimana Papa bertanya pada saya mengenai kesediaan saya untuk menerima lamaran Rizky. Kemudian saya menjawab ya, bersedia. Entah darimana keyakinan itu berasal, semoga dari Allah. Terakhir, keluarga saya memperkenalkan anggota keluarga yang hadir. Setelah itu ditutup dengan sesi makan-makan dan foto foto.
Mempersiapkan acara secukupnya jauh di bawah standar saya dan mama seperti ini, banyak evaluasi yang perlu diperbaiki. Satu hal yang fatal dan mungkin bisa jadi pelajaran juga untuk teman-teman yang mau merencanakan lamaran 'secukupnya' adalah jangan meremehkan sesi foto bersama. Kadang sesi kasual seperti foto-foto ini dianggap mudah padahal penting banget buat diperhatikan lebih detail. Contohnya di kasus saya:
1. Background foto bersama harusnya lebih dikondisikan, itu kipas angin photo bomb banget (!)
2. Tidak ada daftar orang-orang yang perlu foto bersama. Saya melewatkan sesi foto bersama keluarga papa nya Rizky dan sesi foto berama keluarga papa saya. Bahkan sama MC nya aja nggak foto!
Tapi secara keseluruhan saya bahagia :) Keluarga Rizky menerima saya dengan baik. Beberapa teman dekat saya juga menyempatkan untuk hadir. Terima kasih Sashia, Rika, Mbak Rioz, Yumika dan Oji, yang semuanya punya behind the scene story sebelum datang ke acara lamaran saya.
Tadi waktu ngobrol, Rizky tanya, kenapa saya mengiyakan lamarannya. Belum saya jawab dengan benar, mungkin kalau ditulis akan lebih terpaparkan hehe. Saya mengiyakan lamaran Rizky karena dibalik semua kerewelannya, Rizky bisa mengayomi saya ketika saya labilnya kaya bocah SMP. Karena dibalik semua kebawelannya, Rizky membantu saya untuk lebih terbuka sama orang lain, instead of ngansos atau main sama yang itu-itu aja. Karena dibalik semua keribetannya, Rizky meminta saya melakukan hal-hal ribet itu karena dia peduli sama saya yang terlalu cuek sama diri sendiri. And above it all, saya percaya insya Allah Rizky bisa jadi imam yang baik untuk saya. That's why I said yes to his proposal :) Wish us a goodluck to our wedding next year!
Love,