Tentang Macet

By Anissa Ratna Putri - Juli 31, 2011

Foto dari innovationorigin.com
Ada satu hal yang sering kepikiran sama saya, terkait masalah kebijakan pemerintah tentang infrastruktur, terutama transportasi di Indonesia.

Sebagai calon insinyur yang akan bekerja di bidang infrastruktur, siapa sih yang nggak pengen dapet banyak proyek? Tapi umumnya, proyek itu = pembangunan sesuatu yang baru untuk menunjang aktivitas manusia. Ada juga sih proyek maintenance dan semacamnya, tapi kebanyakan, apalagi sekarang-sekarang ini, orang Indonesia itu senang sekali membangun sesuatu. Lapangan bola dijadiin ruko, ruang terbuka hijau mau dijadiin tempat usaha, dsb. Pokoknya nggak bisa ngeliat tanah kosong deh.

Begitu juga dengan masalah transportasi. Sering dibuat jalan-jalan baru, flyover, dan sebagainya. Katanya, untuk mengurangi kemacetan. Tapi apa benar begitu?

Entah kenapa, bagi saya, kebijakan pemerintah untuk membuat infrastruktur jalan-entah jalan tol, flyover, apapun-bersifat kontradiktif dengan alasan "mengurangi kemacetan". Kenapa?
Mungkin memang benar, arus kendaraan di jalan yang lama akan terbagi ke rute yang baru. 
Tapi, memangnya nggak ada kemungkinan kalau jalan baru itu akan mengakibatkan macet juga?

Satu hal yang menurut saya perlu menjadi perhatian pemerintah dalam membenahi macet bukanlah bagaimana memfasilitasi kendaraan-kendaraan supaya punya alternatif jalan, tapi bagaimana supaya volume kendaraan pribadi berkurang secara signifikan. 

Solusinya? Transportasi umum yang memadai. Untuk dua kota yang menjadi tempat tinggal saya, Jakarta dan Bandung, transportasi umum sudah banyak. Bis, angkot, busway, damri. Tapi kenapa masih banyak orang yang berangkat kerja naik mobil, padahal satu mobil bisa hanya berisi 1-2 orang saja? Kenapa mereka nggak naik transportasi umum aja supaya mengurangi macet?

Simpel, karena transportasi umum tidak menjemput mereka ke depan rumah dan mengantar mereka sampai ke depan kantor. Dibutuhkan effort lebih, seperti misalnya, nyambung angkot beberapa kali, mana rute angkotnya muter-muter, belom ngetemnya, harus berangkat jam berapa dan bakal sampai di tujuan jam berapa coba?

Saya sering kepikiran masalah ini tapi nggak menemukan solusinya, sampai ngobrol sama papa. Papa bilang, harusnya sistem transportasi yang bagus di tengah kota itu, dengan mengalokasikan satu tempat untuk orang-orang dari pinggir kota memarkirkan kendaraan pribadinya, kemudian masuk ke tengah kota dengan kendaraan umum. Misalnya dari Bekasi ke Jakarta, ada spot memarkirkan mobilnya dimana gitu, kemudian naik monorail atau busway ke tengah kota Jakarta. Tapi tentunya jalur yang dilewati kendaraan umum juga harus lebih spesifik. Selain itu faktor kenyamanan pengguna transportasi umum juga harus diperhatikan, seperti kebersihan dan keamanan saat naik kendaraan umum tersebut.

Well, itu versi ideal sih. Memang pasti masih ada aja yang punya keperluan untuk naik kendaraan pribadi-misalnya harus bawa barang banyak dsb-tapi setidaknya, volume kendaraan akan berkurang jika disediakan fasilitas transportasi yang baik dan nyaman.

Berdasarkan artikel yang saya baca di sini, ternyata kota Bandung tadinya mau dibuat seperti apa yang Papa ceritakan pada saya tadi.

"Menurut Tisna, Pemkot Bandung sangat pandai membuat alasan untuk membangun. Dulu, warga menyetujui pembangunan Tol Purbaleunyi, tetapi hanya sampai pinggir kota. Warga pendatang diminta masuk kota dengan menggunakan angkutan umum, bersepeda, atau jalan kaki. Ternyata Pemkot Bandung malah membangun jalan layang Pasupati di tengah kota dan membuat macet karena pendatang melimpah."

Tapi kenyataannya, yah, tidak jadi direalisasikan. Sayang sekali, padahal Bandung itu kota yang nyaman untuk liburan, untuk rekreasi, untuk jalan-jalan . Udara Bandung juga segar, tapi sekarang sudah penuh dengan polusi dari kendaraan yang semakin memadati jalanan. Seandainya tata kota dan infrastruktur jalannya baik, pasti Bandung bisa jadi contoh kota yang tidak hanya mengejar aspek ekonomi saja, tapi juga memperhatikan kenyamanan masyarakat yang hidup disitu, baik dari faktor lingkungan maupun faktor sosial.

Btw, masalah transportasi ini juga berkaitan sama masalah lingkungan, yaitu emisi CO2 dan gas-gas beracun lainnya, yang selain membuat sumpek secara langsung, juga berpartisipasi dalam pemanasan global, yang tentunya membuat bumi kita makin panas. Ini fakta yang diambil dari buku Hidup Hirau Hijau, terkait dengan transportasi, ruang, dan emisi yang dihasilkan dari tiga jenis kendaraan:


Itulah salah satu alasan, kenapa Jakarta macet. Kenapa Bandung macet. Setiap dari kita berpartisipasi memenuhi jalanan kota ini, jadi jangan mengeluh dan protes kalau kalian naik mobil kemudian kena macet. Jangan salahkan pemerintah yang salah bikin kebijakan juga. Coba dimulai dari diri sendiri, bisa nggak sih kita ikut mengurangi macet ini, ikut mengurangi sumpek dan panasnya udara kota tempat tinggal kita?

Salam perubahan,

  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. "Feet are not fast. Bikes are not fast. Traffic jams are not fast either. Why don't you just use public transports, o people of Jekardah?"
    -- tweet gw yang direspon baik oleh Ica

    Jadi Ica, udah ada ide buat ngurangin kemacetan di Bandung belum?

    Bikin stiker yuk. Kita nyoba ajuin dana ke pemerintah buat nyetak stiker. :D

    BalasHapus