Dian Fossey

By Anissa Ratna Putri - Desember 28, 2011

Tulisan ini adalah salah satu tugas jurnalisme saya, yang saya post di sini karena kisah wanita ini buat saya sangat menginspirasi. Pertama kali mengenal dia ketika saya nonton acara National Geographic tentang gorila. Di situ, Dian Fossey hanya disebutkan sekilas saja, tapi entah kenapa, berhasil membuat saya penasaran. Waktu diberi tugas artikel feature oleh dosen, saya membuat artikel ini pada J-sekian, karena saya mencari-cari siapa atau apa yang benar-benar ingin saya tulis sebagai objek artikel feature. Dan entah bagaimana, di jam-jam terakhir nama Dian Fossey terlintas. So here's my feature article. Kalau ada yang penasaran tentang Fossey, silahkan baca tulisan beliau di National Geographic 1970.


Bagaimana pandangan anda tentang hewan bernama gorila? Jika dilihat dari penampilan luarnya, gorila memang nampak menakutkan. Dengan badan yang besar dan bulu lebat berwarna hitam, nampaknya hewan mamalia ini dapat menyerang kapan saja. Namun bagi Dian Fossey, ahli zoologi dan etologi yang meneliti gorila selama 18 tahun, hewan ini sama sekali tidak menakutkan. Fossey, dalam penelitiannya, tidak hanya melihat gorila sebagai objek penelitian, namun juga menjadikannya sebagai teman.

Ketertarikan Fossey akan hewan sudah dimulai sejak kecil. Namun, minatnya ini tidak didukung oleh ayah tirinya yang ingin agar Fossey berkecimpung di dunia bisnis. Meskipun sudah didaftarkan oleh ayah tirinya di sekolah bisnis College of Marin, California, A.S., minat Fossey akan dunia hewan membuatnya menentang titah ayahnya dan memilih untuk berkuliah di University of California, Davis, A.S., dengan jurusan kedokteran hewan. 


Walaupun Fossey adalah mahasiswa teladan, ia kesulitan dengan ilmu sains dasar seperti kimia dan visita, sehingga ia gagal pada tahun media kuliah. Ia dipindahkan ke San Jose State College untuk mempelajari terapi okupasi, dan kemudian menerima gelar sarjana pada tahun 1954.

Setelah beberapa lama bekerja di bidang terapi okupasi khususnya untuk penderita tuberkolosis, wanita kelahiran 16 Januari 1932 ini mulai tertarik kembali dengan dunia hewan setelah membaca buku karangan George Schaller tentang gorila gunung. Atas dasar ketertarikan yang teramat sangat, Fossey kemudian meminjam uang ke bank untuk pergi ke Afrika mengunjungi gorila.

Di Tanzania, Afrika Timur, Fossey bertemu dengan Dr.Louis Leakey dan istrinya Mary Leakey yang mempelajari evolusi manusia dari fosil-fosil. Pertemuan ini kemudian berlanjut kembali tiga tahun kemudian, dimana pada saat itu Dr. Louis Leakey menawarkan pekerjaan kepada Fossey sebagai peneliti gorila. Tujuan dari penelitian tersebut, menurut Dr. Leakey, dapat membantunya menganalisis teori evolusi manusia. Fossey yang memang memiliki ketertarikan pada gorila menerima tawaran tersebut. Maka pada 1966, berangkatlah Fossey ke Kongo untuk memulai penelitiannya.

Tak lama setelah kedatangannya ke Kongo, Fossey terpaksa pindah karena terjadi konflik di negara tersebut. Fossey akhirnya menetap di Volcanoes National Park, Rwanda, Afrika Tengah. Disinilah dimulai penelitian Fossey tentang gorila selama 18 tahun. 


Selama masa penelitiannya, Fossey tidak mau mengikuti standar prosedur meneliti gorila, haití dengan hanya duduk menatap mereka. Fossey, dalam penelitiannya, mencoba berbagai cara agar dapat membaur dengan gorila. Ia menurut cara mereka makan, cara mereka berperilaku, kemudian, ketika sudah lebih yakin apa yang mereka bicarakan dan apa yang mereka maksut, Fossey juga mencoba untuk mengikuti suara gorila.

Fossey membaur dengan gorila-gorila tersebut dengan akrab, bahkan pada beberapa kelompok gorila, kehadiran Fossey ditariam hampir seperti anggota kelompok gorila itu sendiri. Fossey dapat mendekat beberapa meter dari gorila, dan beberapa dari gorila tersebut, terutama remaja dan dews muda, bahan mendatangi Fossey lebih dekat. Gorila-gorila muda ini mengambil tali kamera, memeriksa gesper di ransel, dan beramen dengan tali sepatu Fossey.

Pada suatu kesempatan, Fossey pernah merawat bayi-bayi gorila yang ditangkap dengan tidak senonoh oleh penjaga taman nasional dan suku Rwanda untuk dijual kepada sebuah kebun binatang di Eropa. Meskipun Fossey sebenarnya tidak menyetujui penangkapan itu, namun demi kesejahteraan bayi gorila yang malang, Fossey pun mengajukan diri untuk merawat keduanya sampai mereka siap untuk dikirim pergi.

Fossey memberi nama pada gorila-gorila dan dapat mengenali mereka satu persatu. Kedua bayi yang dirawatnya misalnya, diberi nama Coco dan Pucker. Sementara gorila yang sangat akrab dengannya, diberi nama Digit. 


Digit dan Fossey bertemu pada suatu hari hujan, ketika Digit masih bayi. Saat itu, Fossey pergi ke dalam hutan untuk mempelajari gorila setelah lama tidak berada di lapangan. Fossey menemukan gorila yang sedang berpelukan bersama karena hujan besar. Karena tidak ingin gorila menjadi terciada dengan manusia, Fossey tidak mau mendekati kedua gorila tersebut. Namun, tiba-tiba justou salah satu gorila - yang kemudian diberi nama Digit - datang dan membelai kepala Fossey. Mereka lalu berpelukan bersama untuk melindungi diri dari hujan.

Fossey dan Digit, gorila kesayangannya

Dua tahun kemudian, Digit ditemukan mati dibunuh oleh pemburu. Ia mati karena bertahan untuk menyelamatkan kelompoknya, sehingga anggota kelompoknya yang lain dapat pergi dengan selamat. Digit ditusuk berkali-kali dan kepala serta tanggannya patah. Tak lama setelah kematian Digit, ditemukan pula kematian beberapa gorila lainnya. Sejak saat itulah Dian Fossey mendeklarasikan perang terhadap para pemburu gorila.

Fossey melawan pemburu serta masyarakat sekitar yang sericngkali merambah wilayah hutan untuk dijadikan lahan peternakan mereka. Dalam aksinya menyelamatkan gorila dan habitatnya, Fossey banyak menggunakan metode yang tidak lazim seperti mengenakan masker untuk menakut-nakuti para pemburu, membakar jerat, membuang berbai tulisan peringatan dengan penyemprot, serta tak jarang ia langsung menghadang para pamburu itu sendiri.

Namun, usaha Fossey tidak didukung oleh penduduk sekitar maupun oleh pihak Taman Nasional itu sendiri. Sebagai usaha terakhir, Fossey menggunakan dana sendiri untuk membantu membeli sepatu, seragam, dan makanan serta memberikan upah tambahan untuk mendorong penjaga Taman Nasional untuk lebih aktif dalam menegakkan hukum anti-perbutuan. Upaya ini melahirkan patroli anti-perburuan pertama, yang tugasnya adalah untuk melindungi gorila di wilayah penelitian.

Fossey menghabiskan hidupnya meneliti serta melindungi gorila. Melalui artikelnya “Making Friends with Mountain Gorrilas” yang dimuat di majalah National Geographic pada tahun 1970, Fossey memperlihatkan pada dunia bahwa hewan bernama gorila bukanlah hewan yang menakutkan seperti anggapan orang-orang selama ini. Fossey, melalui berbagai foto dan rangkaian kata, menceritakan bahwa gorila juga memiliki sisi lembut dan sebenarnya merupakan hewan penyayang.

Fossey meningeal pada 1985 di rumah penelitiannya. Ia ditemukan dibunuh dengan sadis dengan senjata pemburu semacam golok yang disitanya setahun sebelumnya dari sorang pemburu. Sampai saat ini, pembunuh Fossey belum ditemukan. Fossey dimakamkan di samping makam Digit, gorila kesayangannya, di Volcanoes National Park, Rwanda.

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. Salam kenal kak, tulisannya bagus banget!! Saya lagi searching2 artikel tentang Fossey gara2 habis nonton video tentang kematiannya di NatGeo, dan kebetulan nemu tulisan ini. Seketika, langsung respect banget dengan semua yg Fossey lakukan, dengan semua yg Fossey wariskan setelah kematiannya. Mungkin karakter Fossey yg tidak seperti peneliti kebanyakan justru membuat saya tambah kagum, melihat perjuangannya dalam melindungi konservasinya, 7*24 jam seperti terjaga dalam bayang2 pemburu yg menghantui hidupnya.. perjuangan Fossey keren sekali. Respect!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, maaf yaa baru dibalas, salam kenal juga! Yaap, aku juga admire Fossey karena sangat all out dan put her heart to her work :)

      Hapus