Jalan-jalan ke Jepang: Apa yang harus dipersiapkan?

By Anissa Ratna Putri - Februari 17, 2017

Ceritanya saya menghilang dua minggu dari peredaran blog karena menemani keluarganya Rizky yang sedang liburan ke Jepang. Hasil jadi tour guide seminggu kemarin, saya jadi kepikiran ingin menulis tentang apa saja yang harus dipersiapkan ketika seseorang (orang Indonesia, khususnya) ingin jalan-jalan ke Negeri Sakura. Karena printilan tentang liburan di Jepang seperti JR pass, shinkansen, dsb sudah sering dibahas di berbagai website, di tulisan ini saya ingin memberikan personal tips kepada wisatawan tentang persiapan fisik, mental, dan perilaku ketika berada di Jepang.

1. Siap-siap banyak jalan kaki


Seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya, Jepang dan Indonesia sangat berbeda di bidang transportasi. Sebelum datang ke Jepang, saya yakin kalian sudah browsing cara berpergian dari satu objek wisata ke wisata lainnya (yang belum tahu, kalian bisa mengandalkan Google Maps atau Hyperdia untuk cari rute dan biaya naik transportasi umum di Jepang). Namun, saya perlu ingatkan bahwa dengan transportasi umum yang sudah advance pun kalian akan tetap mengalami banyak sesi jalan kaki. 

Sesi jalan kaki biasanya banyak dilakukan di area wisata: misalnya ketika kalian datang ke Osaka Castle, jalan dari stasiunnya masuk ke tamannya sampai masuk ke Castle nya kira-kira butuh 1 km jalan kaki. Bukan hanya di area wisata, kadang ketika berpindah dari satu jalur kereta ke jalur kereta lainnya pun kalian perlu banyak berjalan. Di kota besar seperti Osaka dan Tokyo, banyak stasiun yang menampung beberapa perusahaan kereta yang punya jalur masing-masing. Karena berbeda operator, tidak jarang kalian harus menempuh 100 meter sampai 500 meter perjalanan dalam satu stasiun - termasuk naik turun tangga. Kadang banyak jalan ini harus dibarengi dengan gerek-gerek koper kalau kalian baru datang atau mau pulang. Sepertinya terdengar mudah, tapi berhubung saya tahu sebagian besar orang Indonesia jarang jalan kaki (jauh dikit panggil ojek kan...), saya merasa perlu ingatkan: siapkan fisik untuk banyak jalan, ya!

2. Jangan remehkan cuaca


Terbiasa hidup di negara tropis, datang ke Jepang yang punya 4 musim bisa jadi tantangan tersendiri. Musim paling oke untuk jalan-jalan adalah musim semi (Maret - Mei) dan musim gugur (September - November). Tapi, di musim-musim bercuaca oke ini tiket pesawat biasanya mahal karena peak season adanya bunga sakura atau momiji (autumn leaves). Di luar itu, cuaca di Jepang adalah musim hujan, musim panas atau musim dingin. Sebagai manusia tropis, musim panas dan musim hujan mungkin bukan masalah bagi orang Indonesia (tapi tetap hati-hati ya karena di Juli-Agustus bisa sampai 40 derajat!). Nah, di musim dingin, perlu ekstra hati-hati.

Cuaca dingin biasanya menyebabkan perasaan kita lebih 'tumpul' dalam merasakan sinyal tubuh yang sudah kelelahan. Lupa minum karena tidak haus, lupa istirahat karena nggak capek dan nggak keringetan. Kadang ada saja korban cuaca dingin yang tidak merasa lelah tapi tiba-tiba badannya kolaps karena 'kaget' dengan cuaca. Ditambah lagi, karena jalan-jalan di Jepang capek banyak berjalan. Karena itu, bagi kalian yang berencana datang di musim dingin - ekstra hati-hati ya! Mereka yang datang bukan musim dingin pun, usahakan makan dan minum yang cukup karena kalian akan 'memaksa' badan kalian beraktivitas lebih banyak dari biasanya.

3. Cobalah membaur dengan kesunyian

Indonesia itu ramai. Sedang jalan di trotoar ada saja ricuh yang terdengar: suara klakson, suara bayi menangis, suara tukang jualan kaki lima menjajakan dagangannya. Jepang, sebaliknya: sunyi. Jalan di trotoar, suara pulpen jatuh saja bisa terdengar. Ehm, ini berlaku untuk Kyoto, sih. Tapi secara keseluruhan, kesunyian ini pasti bisa kalian rasakan ketika sudah berada di sini - terutama ketika berada di dalam kendaraan umum.

Hal penting yang perlu dicatat: Jepang menerapkan peraturan untuk tidak menerima telepon dan tidak memasang nada dering handphone selama berada di dalam kendaraan umum. Peraturan ini cukup ketat - kalau dilanggar, pasti ada saja yang menegur: baik sesama pengendara maupun petugas kereta yang keliling gerbong secara berkala. Kalau nggak ditegur, biasanya semua mata akan tertuju ke kalian. Bagaimana dengan mengobrol di dalam kendaraan? Sepengamatan saya, orang Jepang santai saja mengobrol di dalam kereta atau bus. Namun tentunya ketika kendaraan yang dinaiki sedang sunyi, usahakan jangan terlalu heboh membuat suara karena bisa mengganggu penumpang lainnya. Kadang sulit bagi orang Indonesia yang biasa grasak-grusuk (seperti saya) untuk bergerak dalam diam. Namun sebagai wisatawan, cobalah hargai negara yang sedang kalian kunjungi dengan menaati peraturan dan berusaha membaur dengan kebiasaan masyarakat lokal.

4. Berdiri di eskalator: beri jalan untuk orang lewat


Kalau di Indonesia kalian bisa berdiri berdua di satu anak tangga eskalator, tidak demikian ketika berada di Jepang. Karena orang Jepang banyak yang buru-buru, jadi sebagai pengguna eskalator kalian harus melowongkan ruang di sebelah kalian untuk orang lewat. Ruang sebelah kiri atau sebelah kanan yang harus dikosongkan? Nah, uniknya di Jepang, tidak semua wilayah punya kebiasaan kiri/kanan yang sama. Untuk daerah Kanto (Tokyo dan sekitarnya), pengguna eskalator akan berdiri di sebelah kiri, sehingga memberikan ruang di sebelah kanan untuk orang berjalan. Sebaliknya, di daerah Kansai (Osaka dan sekitarnya), pengguna eskalator akan berdiri di sebelah kanan, sehingga memberikan ruang di sebelah kiri untuk orang berjalan. Kyoto adalah kasus khusus di mana terlalu banyak pendatang sehingga kadang ada yang berdiri di kiri dan kadang ada yang berdiri di kanan - dalam hal ini, ikuti saja orang yang ada di depan kalian.

5. Pilah sampah dan jangan buang sampah sembarangan (!)


Di luar fakta bahwa saya sangat peduli dengan urusan persampahan, sebagai wisatawan, kalian juga perlu memperhatikan hal ini - khususnya karena sistem pengelolaan sampah di Jepang berbeda dengan Indonesia. Hal pertama yang akan kalian rasakan ketika berada di Jepang tentang sampah adalah: jalanan bersih banget ya nggak ada sampahnya? Kemudian hal kedua: susah banget sih nyari tempat sampah??

Sebenarnya dua hal itu adalah hal yang kontradiktif, tapi Jepang berhasil menjaga kebersihannya sedemikian rupa meskipun minim tempat sampah. Jadi sebagai wisatawan, cobalah untuk tidak mengotori negara yang kinclong ini. Jika punya sampah tapi tidak ada wadahnya, simpan dulu sampai ketemu wadahnya. Wadahnya pun tidak sembarangan. Ada banyak klasifikasi sampah, namun yang paling umum adalah memisahkan burnable waste (apapun kecuali yang akan disebutkan kemudian) dan sampah kaleng, botol plastik, dan botol kaca. Jadi kebiasaan mencampur semua sampah di satu wadah apalagi kebiasaan buang sampah sembarangan jangan diterapkan selama jalan-jalan di sini ya (!!!)

6. Belajar menggunakan toilet


Yap, karena Jepang adalah negara teknologi, toiletnya pun agak berteknologi. Sebenarnya simpel, tapi kalau belum familiar, bisa bingung sendiri dan mengakibatkan ketidaknyamanan pengguna selanjutnya jika kalian tidak berhasil menggunakan si toilet dengan benar. Jadi, sebelum mengunjungi Jepang, ada baiknya baca artikel ini agar paham dan tidak panik saat menggunakan toilet.

Enam poin di atas menjadi personal tips saya bagi siapapun yang ingin datang ke Jepang. Meskipun kalian hanya sebentar berwisata di sini, siapkan fisik dan lakukanlah hal-hal baik. Ingat, kalian adalah wajah dari negara kita, Indonesia. Pastikan kalian meninggalkan kesan yang baik untuk masyarakat lokal. Selamat jalan-jalan!

Love,









Photo credit: Rizky Ramadhan (the first photo), Bayu Prawiro Utomo Putra (the third and fourth photos), Putri Dwi Natalis Baeha (the sixth photo)

  • Share:

You Might Also Like

0 comments