Foto dari nbhap.com |
Dalam bukunya "Your Job is Not Your Carreer", Rene Suhardono mengatakan,
"Passion is (not) what you're good at. It is what you enjoy the most."
Buat saya, ketika saya menyukai suatu topik, suatu bidang, dimana saya punya curiousity to learn more about those things tanpa merasa terbebani, hal itulah yang saya anggap sebagai passion.
Ketika rasa penasaran, ingin tahu, ingin lebih bisa, ingin mewujudkan sesuatu, semua dilakukan dengan rasa nyaman dan dari hati, saya berani menyebutnya sebagai passion.
Kalau ditanya, apa passion saya? Bicara tentang passion saya mungkin agak sedikit muter-muter.
Ketika SMP, saya suka sekali sama arsitektur.
Waktu itu saya bahkan membuat sketsa beberapa denah rumah impian teman-teman saya. Saya juga punya mimpi buat bikin rumah yang ada perosotannya dari kamar ke kolam renang, dan membuat masjid minimalis kontemporer karena waktu jaman saya SMP jarang banget tuh ada yang kaya gitu.
Tapi, seiring saya yang tidak (jadi) mengambil jurusan arsitektur, saat ini saya biasa-biasa aja kalau diajak ngomong soal bangunan dan desain. Meskipun masih suka ngebayangin rumah idaman, desain-desain asik, dan kadang (meskipun super jarang) juga coret-coret sketsa denah kaya dulu, buat sekarang saya tidak merasakan bidang arsitektur ini sebagai passion. Entah karena saya yang keburu patah hati jadi males menelaah lebih jauh atau memang karena sebenarnya si arsitektur ini hanya salah satu minat sekedar lewat.
Lanjut ke SMA, saya mulai tertarik sama isu lingkungan.
Waktu itu saya masih super pemula banget sih, tapi saya mulai nggak pakai plastik dan lebih memberdayakan kertas-kertas bekas buat jadi reuse, tanpa tahu dampak spesifik di lingkungan soal plastik dan kertas. I just want to do it, that's all. Berkaitan sama si isu lingkungan ini, saya juga mulai tertarik sama energi terbarukan. Waktu itu saya juga tahu kalau biofuel itu menuai kontroversi, ya nggak spesifik-spesifik banget sih sebenernya, tapi setidaknya saya bisa menghasilkan satu essay tentang biofuel buat final exam bahasa inggris.
Terkait sama pilihan jurusan, waktu itu saya pilih FTSL karena mengincar Teknik Lingkungan. Tujuannya? Apalagi kalau bukan ngurusin si renewable energy ini. Ehhh ternyata bidang TL jauh sekali dari hal-hal semacam itu, yaaa ada dikit sih kalo ketemu si metana di sampah atau di lumpur, but that's all (yang saya tau sih segitu aja, sama algae paling). Yah setidaknya kalau ditanya tentang perwujudan passion di keprofesian saya, saya akan menjawab insya Allah ingin concern di bidang tadi. Karena memang saya merasa hanya ini yang membuat saya 'melek' saat belajar di TL. Kuliah Pengelolaan Sampah yang biasanya tidur, jadi melek ketika denger 'incinerator'. Kuliah UP yang biasanya satu jam melek satu jam merem, jadi melek dua jam gara-gara bahas pirolisis, gasifikasi, dsb. Dan juga berkat pencerahan dari Zaid dan Kak Mahdi yang membantu mengaitkan passion saya di bidang energy dengan keprofesian saya di TL, semangat kuliah saya muncul lagi :)
Dan satu hal yang selalu saya sukai dari dulu sampai sekarang, adalah jurnalisme.
Waktu mau masuk kuliah, bahkan jurusan Fikom jadi salah satu option yang saya ajukan ke Papa, tapi sayangnya terlalu melenceng dari pilihan jurusan saya yang lain, jadi dicoret.
Dari dulu saya suka menulis. Mungkin biasanya diarysh, tapi kadang ada beberapa yang dikaitkan sama fakta-fakta juga. Silahkan dilihat di blog saya ini ajalah ya contoh-contohnya. Selain menulis, saya juga suka fotografi. Seperti yang pernah saya tulis di blog ini pada post sebelumnya, saya udah suka jepret-jepret dari jaman pake HP Nokia 3650 yang gambarnya masih 50kB-an. Kumpulan foto awan jepretan saya dari jaman SMP sampe sekarang bahkan masih ada di hardisk saya :))
Perwujudan passion saya ini adalah ketika saya masuk HMTL dan berkiprah di Departemen Media Komunikasi dan Informasi. Khususnya ketika saya menjadi Reporter Director ENVIRO, majalah tahunan HMTL. It's so cool working on magazine! Saya dari dulu punya mimpi kerja di majalah loh. Kalau dikaitkan sama isu lingkungan, it would be so nice to work for National Geographic. Tapi sekarang sudah banyak juga majalah tentang lingkungan selain NatGeo yang saya bahagia banget bacanya, dan berharap suatu hari bisa berkontribusi jadi salah satu penulisnya.
Saya juga ambil mata kuliah Jurnalisme Sainsdan Teknologi loh. Semata-mata karena saya penasaran seperti apa sih teknik menulis yang baik dan benar, especially for media massa. Dan ya, di kuliah ini saya merasa dapat banyak ilmu baru dan juga jadi lebih produktif menghasilkan tulisan (karena ada tugas, haha).
Jadi... kalau disimpulkan, buat saya saat ini ada dua passion yang eksis di hati: jurnalisme dan isu lingkungan.
Sebenarnya kalau sudah bahas nanti saya mau kerja apa, mau jadi jurnalis apa insinyur, atau mau jadi inventor renewable energy atau apa, saya sampai sekarang belum kebayang.
Semester 5 ini bener-bener bikin galau soal masa depan saya mau kerja seperti apa, karena setelah melihat kenyataan pelajaran-pelajarannya dan kenyataan ranah kerja saya sebagai insinyur TL itu seperti apa, jujur saya jadi merasa passion saya nggak ada disitu. Kecuali sampai ada pencerahan tadi, dimana saya bisa menjembatani passion dan keprofesian.
Soal jurnalisme, sampai saat ini saya masih merasa lebih suka menjadikannya side job dibanding main job. Saya nggak pengen kuliah saya di TL sia-sia. Nggak semata-mata seperti itu sih, tapi memang karena saya juga pengen berkontribusi dalam bidang yang tadi ditemukan lewat pencerahan itu hehehe.
Anyway, this passion thing is not just about me. Bagaimana dengan kamu, yang baca tulisan saya ini? Sudahkah menemukan passionnya? It would be nice to have a passion. Seperti suntikan semangat yang membuat lo merasa lebih 'hidup'.
1 comments
yup.. menemukan passion buat diri kita emang susah2 gampang dengan berbagai bidang yang hilir mudik n bikin tertarik ;)..
BalasHapusaq nemuin passion ku setelah bekerja 5 tahun lebih di bidang yang emang bukan aq banget... ;))
"menjembatani passion dan keprofesian" aq suka kt2nya.. yup..
jalani, belajar n belajar, syukuri ;)) Insyaallah akan ketemu...
salam kenal
khansa