Hari terakhir saya menjelajah Medan. Besok pagi saya pulang ke Jakarta. Hari ini dibuka dengan gempa 7,3 SR pada pukul 2 pagi, yang sukses bikin mama panik. Maklum saat itu kami berada di hotel lantai 18, kerasa banget gempanya.
Setelah gempa dini hari yang bikin mama parno terus, hari itu saya dan Dini jalan-jalan ke Istana Maimoon, USU (Universitas Sumatra Utara), dan Rahmat Wildlife International Gallery.
1. Istana Maimoon
Untuk mencapai Istana yang terletak di Jalan Brigjen Katamso ini, saya dan Dini memutuskan untuk naik Betor (Becak Motor). Selama di Medan, baru kali ini nih saya nyobain Betor. Asik juga yah macam becak dengan kecepatan lebih tinggi :D
Waktu tiba di halaman istana, saya dan Dini udah parno aja, kenapa ya kok banyak polisi? Boleh masuk nggak ya? Ternyata, waktu kami tanya sama penjaga istana yang sangat interaktif, para polisi itu lagi kunjungan juga. Astaga, kirain lagi ada inspeksi atau semacamnya...
Istana Maimoon dibangun pada 1888 pada masa pemerintahan Sultan Ma'moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah (Sultan Deli IX). Istana yang terdiri dari dua lantai ini berisi berbagai foto keluarga kerajaan dan perabotan tua. Terdapat juga singgasana Sultan Deli yang berwarna kuning keemasan, cantik dan megah banget. Oh iya, istana ini dominan berwarna kuning-hijau. Sama seperti berbagai perabotan dan rumah di Medan dan sekitarnya. Ternyata, warna kuning hijau ini memang khas daerah Sumatra Utara. Bisa dilihat di post sebelumnya, bahkan alat fitness di Lapangan Merdeka pun warnanya kuning hijau.
Di dalam istana juga terdapat singgasana untuk berfoto dengan baju daerah setempat. Bajunya bisa sewa di dalam istana. Selain itu juga terdapat toko merchandise buat mereka yang pengen beli oleh-oleh. Istana ini masih ditempati oleh kerabat kerajaan, namun saat saya berkunjung menurut mbak penjaga spot foto mereka sedang berada di Makassar.
Di halaman Istana, terdapat sebuah bangunan yang berisi meriam puntung. Cerita meriam ini berawal dari lamaran Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh kepada Putri Hijau, dari Kerajaan Deli Tua. Lamaran Sultan yang ditolak memacu peperangan antara kedua kerajaan tersebut. Alkisah, adik Putri Hijau yang bernama Mambang Khayali menjelma menjadi sebuah meriam yang kemudian dapat menembak sendiri. Meriam ini memanas karena terus menerus menembak, lalu terbelah dua. Satu belahannya terlempar ke Kampung Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe Tanah Karo, sedangkan satu belahannya lagi disimpan di Istana Maimoon. Kedua bagian meriam ini masih ada di kedua daerah tersebut, dan dikeramatkan oleh warga setempat.
FYI, Harga tiket masuk untuk melihat-lihat istana ini IDR 5000, sedangkan untuk melihat meriam puntung IDR 1000.
2. Universitas Sumatera Utara (USU)
Saya senang main ke kampus orang. Pengen lihat kehidupan mahasiswa lain seperti apa. Pengen lihat tata kampusnya, fasilitasnya, mahasiswanya, segalanya deh. Jadi USU ini cukup besar, lebih besar dari ITB tapi lebih kecil dari UI Depok. Menurut saya, bentuk kampus USU ini seperti huruf U karena 4 gerbang masuknya ada di satu jalan yang sama, cuma di sisi yang berbeda.
Secara keseluruhan, tata kampus USU ini rapih, terstruktur. Fakultas teknik punya lahan sendiri, dimana di lahan itu ada pembagian untuk Teknik Sipil, Teknik Elektro, dan lain sebagainya. Oh iya, USU baru mau buka prodi Teknik Lingkungan lho.
Di USU ini saya dan Dini diajak berkeliling oleh Bundo (Devita) dan temannya, mahasiswi Teknik Pertanian. Saat saya jalan-jalan, udara mendung-mendung adem, jadi mau jalan kaki atau naik motor asik-asik aja. USU sendiri punya trotoar yang appropriate buat para pejalan kaki, tapi nggak ada jalur teduhnya *mulai membandingkan sama kampus sendiri*. Terus, menurut cerita Bundo dan Dini, ternyata USU senioritasnya tinggi. Ospek masuknya masih kaya jaman jadul gitu (bayangin sendirilah ya kaya apa), dan ada kantin yang nggak boleh didatangi anak tingkat pertama yang baru masuk. Astaga, macam SMA aja ya. Tapi overall, kampus ini terlihat nyaman dengan banyak pohon dan jalanan yang bersih dan rapi. Sayang gedungnya agak kurang terawat.
Di samping USU, ada Pasar Stationary dan aneka kebutuhan mahasiswa, macam Kobernya UI atau Baluburnya ITB dulu. Aduh saya lupa nih nama pasarnya apa. Tapi di Medan ini, pasar sendiri disebut "Paja". Saya berkeliling di sini sebelum diajak makan siang di restauran yang masih di dekat kampus USU juga.
3. Rahmat Wildlife International Gallery
Memasuki museum milik pemburu internasional Rahmat Shah ini excited tapi miris. Sedih juga melihat hewan-hewan yang diawetkan, meskipun saya yakin yang diawetkan ini tentunya diburu dan diambil dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya, yang diburu hanya yang udah tua dan tidak produktif, atau ada juga yang diambil dari kebun binatang karena mati. Di dalam museumnya sendiri banyak tulisan-tulisan dan kliping yang menunjukkan bahwa pemiliknya sangat mencintai hewan.
Museum yang terletak di Jl. S.Parman ini punya koleksi hewan super duper banyaaaak, dari yang kecil macam serangga sampai yang besar macam Badak Afrika. Bahkan ada dua beruang kutub juga, yang mukanya disetting sumringah, lucu banget :3
Yang unik dari museum ini adalah setting koleksi hewannya yang nggak dipamerin hanya dalam posisi duduk atau berdiri, tapi diatur sedemikian rupa seperti kondisi aslinya. Misalnya, di kawasan African Giants, ada rusa yang mau ditangkep singa. Lalu ada juga pengelompokkan berdasarkan spesies, misalnya di Cats of The World, Bear Room, Kingdom of Birds, dan sebagainya. Ada juga Ruang Safari Malam, tempat berkumpulnya hewan-hewan nocturnal. Oh iya museum ini juga dilengkapi sound system suara-suara hewan dan hutan, jadi siap-siap aja mendengar lolongan serigala dan auman singa sepanjang perjalanan.
Bukan cuma hewan, ada juga fosil hewan dan telur-telur di sini. Bahkan ada fosil lumpur yang bentuknya mirip kerang! Wow, bisa ya lumpur jadi kaya gitu. Ada juga koleksi Rahmat Shah dari foto-foto perburuannya, foto keluarganya, foto dengan tokoh-tokoh terkenal, berbagai piagam dan piala, sampai kaos pemain bola bertanda tangan! Super sekali. Ada Tevez, Villa, Owen, Ronaldo, Kaka, Torres, dsb. Untung nggak ada yang versi Iker Casillas, kalo ada langsung saya comot buat dipajang di kostan :p
(ki-ka) Saya dan African Giants | Dini dan Kids Zone | Fosil Lumpur | Cats of the World | Polar Bear | Dini dan Koleksi Serangga | Jejeran Kaos Bola bertandatangan | Rusa tanduk | Saya dan aneka kepiting |
Di museum ini juga ada souvenir shop dan kafe buat istirahat setelah keliling museum yang cukup luas. Gedung museumnya sendiri terdiri dari 3 lantai, dengan satu lantai khusus buat balai pertemuan dan semacamnya. Tiket masuk Museum ini IDR 32,000 termasuk sama safari malam. Buat tiket tanpa safari malam, harganya IDR 25,000.
4. Kuliner Pagaruyung
Nggak disangka-sangka, malemnya saya dapat izin dari mama untuk 'turun ke jalan' mencari makanan. Aaaa seneng banget! Langsung aja saya ke Kuliner Pagaruyung, daerah kampung keling yang menyajikan aneka masakan india dan masakan nusantara. Ada martabak mesir, martabak kubang, roti cane, sate padang, dan lain-lain. Saya pesen roti cane kari kambing, yang rasanya nikmat bangeeet! Akhirnya di malam terakhir saya di Medan, kesampean juga makan roti cane idaman :')
Roti cane dan kari kambing |
Tiga hari bertualang di Medan, masih banyak sebenernya tempat yang belum saya kunjungi. Misalnya ada Lontong Medan Kak Lin yang (kata Dini) enak. Lokasinya di depan SMANSA Medan, Jalan Cik Ditiro. Selain itu ada juga bumbu pecel yang menurut temen-temen mama enak, lokasinya di sepanjang jalan Cik Ditiro juga. Oh iya, bagi penggemar duren, di Medan ada dua tempat yang terkenal durennya yaitu Durian Ucok dan Durian House. Mama saya beli Durian Ucok. Saya sendiri bukan penggemar durian, tapi melihat papa saya langsung makan lima buah sih saya yakin rasanya pasti enak banget. Kalau di Durian House, ada pancake durian. Meskipun saya nggak beli disitu, tapi pancake durian ini lembut dan enak juga (lagi-lagi berdasarkan observasi melihat Aswin yang langsung makan tiga).
0 comments