Mengenal Peraturan Persampahan di Indonesia

By Anissa Ratna Putri - Januari 10, 2019

Foto dari ozorafestival.eu
Walaupun sebagian besar berupa barang yang sudah tidak digunakan lagi, sampah juga diatur oleh pemerintah lho! Yuk kita kenalan dengan peraturan-peraturan persampahan yang ada di negara kita.

Warga Bandung mungkin masih ingat dengan peristiwa ‘Bandung kota Sampah’ di tahun 2005. Saat itu, TPA Leuwigajah yang menjadi muara sampah warga Bandung mengalami longsor yang menewaskan 147 orang dan menyebabkan ditutupnya TPA Leuwigajah (1). Tidak adanya TPA membuat sampah di kota Bandung tidak diangkut selama beberapa waktu dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi warga Bandung saat itu. Peristiwa ini menjadi momen yang memicu pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan pertama tentang persampahan: UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hingga kini, sudah ada beberapa peraturan skala nasional mengenai pengelolaan sampah, antara lain:

UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
Selain membahas tentang tata cara pengelolaan sampah di Indonesia, salah satu poin yang sangat penting dalam undang-undang ini adalah ketentuan peralihan praktik pengelolaan sampah yang dibahas di Pasal 44. Dalam Pasal 44 ini, dinyatakan bahwa pemerintah harus membuat perencanaan penutupan TPA yang menggunakan sistem pembuangan terbuka (open dumping) satu tahun sejak UU ini disahkan dan harus menutup TPA yang menggunakan sistem open dumpinglima tahun sejak UU ini disahkan. Karena 69% pengelolaan sampah di Indonesia dilakukan dengan sistem TPA (2) dan sebagian besar merupakan open dumping (3)tentunya peraturan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Bagi yang penasaran bagaimana status TPA Indonesia sekarang – sepuluh tahun sejak UU 18/2008 disahkan – ini dia: sebuah penelitian mengevaluasi 12 TPA di Indonesia dan menunjukkan bahwa – sayangnya – baru 5 dari 12 TPA tersebut yang sudah menerapkan penutupan untuk tumpukan sampahnya (4).

Permendagri 33/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
Karena pengelolaan sampah dilakukan di setiap daerah dengan wewenang pemerintah daerah masing-masing, maka Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat Permendagri 33/2010 ini untuk menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam membuat perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sampah. Peraturannya mencakup teknis pengelolaan sampah (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemrosesan), juga mengenai aspek pembiayaan dan kemitraan dalam pengelolaan sampah di daerah. 

PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Di PP ini, dua topik baru yang perlu di highlight adalah:
  • Aturan keterlibatan dan tanggungjawab produsen (pelaku usaha) dalam pengelolaan sampah – khususnya sampah kemasan. Pasal 12-15 dalam PP ini mengatur perlunya upaya produsen untuk menyusun rencana daur ulang kemasannya, menggunakan bahan baku produksi yang dapat diurai oleh proses alam atau dapat didaur ulang, dan menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang. 
  • Arahan pemilahan sampah untuk sampah rumah tangga. Di Pasal 17 PP ini, diatur bahwa pemilahan sampah sebaiknya dilakukan minimal 5 kategori: sampah bahan berbahaya dan beracun (B3), sampah yang mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya. 
PermenLH No.13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank Sampah
Seiring mulai maraknya praktik bank sampah di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) mengeluarkan peraturan ini untuk memberikan arahan mengenai persyaratan, mekanisme kerja, pelaksanaan,  dan pelaksana bank sampah. Dalam PermenLH ini juga mulai dikenalkan istilah EPR (Extended Producer Responsibility) – strategi integrasi biaya lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab produsen terhadap post-consumer waste yang dihasilkan. Pasal 7 ayat 5 PermenLH ini mengharapkan adanya integrasi operasional bank sampah dengan penerapan EPR.

Permen PU 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) di peraturan ini memberi arahan teknis penyediaan infrastruktur untuk mendukung operasional pengelolaan sampah. Seperti yang diceritakan sebelumnya di sini, sampah-sampah dari rumah kita akan dibawa oleh gerobak atau truk ke TPS dan TPA. Nah, PermenPU ini memberikan arahan mengenai persiapan perancangan dan pelaksanaan operasional TPS, TPA, maupun prasarana dan sarana persampahan lainnya secara keseluruhan. Dalam peraturan ini juga dikenalkan TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip Reduce, Reuse, Recycle) yang masih memiliki fungsi penampungan sementara seperti TPS biasa, namun dengan penambahan fungsi sebagai tempat pemilahan, penggunaan ulang dan pendauran ulang skala kawasan. 

Perpres 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Perpres ini dikenal juga sebagai Jaktranas. Fokus Jakstranas ini yaitu:
  • Pengurangan sampah rumah tangga sebesar 30% pada tahun 2025
  • 70% sampah rumah tangga yang ada tertangani pada tahun 2025
Setelah disahkannya peraturan ini, setiap daerah di Indonesia diharapkan menerbitkan Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) mengenai pengelolaan sampah yang sejalan dengan Jakstranas ini agar target yang disebutkan dapat tercapai pada 2025. Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah dan kegiatan yang dilakukan menuju Indonesia Bebas Sampah 2025, silahkan baca di sini.

Perpres 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan
Sudah cukup lama Indonesia punya wacana membuat Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (PLTSa), namun ada banyak hambatan dan pertimbangan yang menyebabkan wacana ini tidak terlaksana. Pemerintah yang kini melihat isu sampah sebagai hal yang mendesak kemudian menerbitkan peraturan ini. Beberapa poin dalam Perpres 35/2018:
  • Penugasan pada 12 kota di Indonesia untuk melakukan percepatan pembangunan PLTSa. Dua belas kota tersebut yaitu  DKI Jakarta, kota Tangerang, kota Tangerang Selatan, kota Bekasi, kota Bandung, kota Semarang, kota Surakarta, kota Surabaya, kota Makassar, kota Denpasar, kota Palembang, dan kota Manado.
  • Skema pengadaan PLTSa: penunjukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), melalui skema public-private partnership, atau penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
  • Syarat dan izin tertentu bagi Pemprov/Pemkot sebelum membangun PLTSa.
  • Sistem pembelian tenaga listrik yang dihasilkan, tarif, dan pendanaan PTLSa.
  • Supervisi untuk memenuhi target percepatan PLTSa dilakukan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman (Kemenkomaritim).
Perpres 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut 
Sejak penelitian Jenna Jambeck yang menyatakan Indonesia sebagai pemberi kontribusi sampah plastik ke lautan terbanyak kedua di dunia (5), isu sampah di laut menjadi topik yang diperhatikan pemerintah Indonesia. Perpres 83/2018 ini kemudian diterbitkan dengan konten utama yaitu Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut tahun 2018-2025. Rencana Aksi Nasional ini menjadi pedoman bagi menteri dan pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan penanganan sampah laut. Dalam Rencana Aksi Nasional juga dijabarkan instansi pemerintah mana saja yang bertanggung jawab untuk setiap rangkaian kegiatan penanganan sampah laut. Untuk mendukung pelaksanaannya, dibentuk Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Salam hijau,

  • Share:

You Might Also Like

0 comments